Peran Neurorestorasi pada Pasien Post Stroke
DOI:
https://doi.org/10.29303/lmj.v3i3.3960Kata Kunci:
stroke, neurorestoration, neurorehabilitation, non invasive brain stimulationAbstrak
Stroke penyebab utama kecacatan dan kematian ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan (Feigin dkk, 2022). Prevalensi stroke di Indonesia (Riskesdas 2018) meningkat 56% dalam 5 tahun (7 kasus/1000 penduduk tahun 2013 menjadi 10,9 kasus/1000 penduduk tahun 2018). Dengan meningkatnya harapan hidup dan faktor risiko stroke, perkiraan jumlah penderita stroke mencapai lebih dari 1 juta orang pada tahun 2050 (Dirjen Yankes, 2024). Neurorestorasi merupakan proses untuk memulihkan, meningkatkan, atau mempertahankan integritas fungsi neurologis dengan strategi neurorestoratif, termasuk fisik (elektronik atau magnetik), kimiawi (obat atau agen kimia), biologis (terapi sel, molekul, bioteknologi, dan rekayasa jaringan), bedah, atau jenis intervensi lainnya, yang dapat memulihkan struktur dan/atau fungsi saraf secara bersamaan. Mekanisme neurorestoratif dalam sistem saraf pusat (SSP) meliputi neuroprotektif, neuromodulasi, neuroplastisitas (neurosinapsis, sirkuit saraf, atau rekonstruksi jaringan), imunomodulasi, regenerasi aksonal, remielinasi, neuroregenerasi (neurogenesis) dan angiogenesis (Huang dan Chen, 2015; Gunduz dkk, 2023).Berbagai metode terapi neurorestorasi dan neurorehabilitasi pasca stroke dapat digunakan meningkatan neuroplastisitas seperti non invasive brain stimulation repetitive transcranial magnetic stimulation (rTMS), transcranial direct current stimulation (tDCS), terapi Stem cell, deepĀ brain stimulation, virtual reality (VR), terapi musik, terapi kovensional seperti terapi fisik, terapi wicara. Terapi kombinasi berbagai modalitas terapi ini terbukti lebih signifikan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan terapi tunggal atau terapi konvensionalUnduhan
Diterbitkan
2024-09-30
Terbitan
Bagian
Articles