Lombok Medical Journal

Diagnosis dan Tatalaksana Guillain Barré Syndrome

Grandis Cristagalli — 2024-01-30

Guillain-Barré Syndrome or GBS is one of the emergency conditions of neurology. Currently, its incidence is relatively low and rare, with a rate of 0.81 to 1.89 of 100,000 people in a year. Guillain-Barré Syndrome or GBS, also known as acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy, is a collection of clinical symptoms caused by an acute inflammatory process that attacks the nervous system. The dominant pathogen that causes Guillain-Barré Syndrome (GBS) is Campylobacter jejuni (C. jejuni). Infection with the pathogen Campylobacter jejuni can trigger an immune and humoral autoimmune response that results in nerve dysfunction and the emergence of GBS symptoms. The clinical course of GBS can be divided into several phases, including the progressive phase, plateau phase, and recovery phase. In cases of GBS, it is possible that these factors are involved in the onset of the disease. Some risk factors associated with GBS include viral infections such as Zika virus, influenza virus, and measles-rubella virus. The diagnosis of GBS includes the main symptoms, additional symptoms, cerebrospinal fluid examination, electrophysiological tests, and the exclusion of other diagnoses. The main symptoms include progressive weakness in the extremities accompanied by or without ataxia and areflexia or hyporeflexia in the tendons. The management that can be done includes supportive therapy through the respiratory system. Another treatment option is immunotherapy, with the goal of accelerating disease recovery and reducing the severity of GBS through the immune system.

Skeletal Traction: an Overview of Techniques, Indications, and Considerations

Tri Sastra Pradhini — 2024-01-30

Abstract: Traction is a technique aimed at treating bone fractures or dislocations. The application of traction is usually done on the arms, legs, spine, skull, or pelvis, and it is one of the oldest treatment principles in orthopedics. Although it is becoming less commonly used these days, traction still remain as an alternative therapy for patients with fractures. In writing this article, the authors collected several journal articles obtained through searches in the PubMed database and discussed the techniques, indications, drawbacks, advantages, and contraindications of skeletal traction placement, presenting them descriptively. The purpose of writing this article is to provide a general discussion about the indications, techniques, general principles, and considerations to be observed when applying skeletal traction. Through this discussion, it is hoped that it can serve as material for analysis and a source of information regarding skeletal traction.

Potensi Senyawa Bioaktif Xyloketal B dan Asperlin dalam Menghambat Proses Aterosklerosis pada Penyakit Jantung Koroner

Ananda Rizkia — 2024-01-30

Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang memiliki angka kecacatan dan kematian yang tinggi di dunia. Penyebab paling umum yang mendasari penyakit ini adalah tersumbatnya arteri koroner yang menyuplai darah ke jantung akibat adanya penumpukan plak atau yang sering dikenal sebagai aterosklerosis. Saat ini, pilihan terapi konvensional yang tersedia memiliki banyak efek samping yang parah, seperti salah satunya statin yang memiliki efek samping terhadap liver. Banyaknya efek samping yang ditimbulkan memberikan celah untuk ditemukannya obat baru salah satunya yang berasal dari bahan alam laut. Bahan alam laut memiliki fungsi sebagai reservoir dalam metabolit bioaktif baru dengan berbagai aktivitas farmakologis di dalamnya seperti xyloketal B dan asperlin. Ulasan ini merangkum pemahaman kami mengenai manfaat xyloketal B dan asperlin dalam proses aterosklerosis pada penyakit jantung koroner.

Peran Tatalaksana di Bidang Neurorestorasi pada Decompression Sickness (Caisson Disease)

Ni Nyoman Ayu Susilawati — 2024-01-30

Decompression sickness merupakan salah satu penyakit yang ditemukan dalam penyelaman dengan insiden 1 kasus/10.000 penyelam. Data di NTB menyebutkan nelayan di Pulau Bungin, 57, 5% mengalami penyakit ini dengan gejala nyeri sendi dan 11,3 % dengan gangguan pendengaran ringan sampai tuli Penyakit ini terjadi akibat perubahan tekanan yang terjadi secara cepat saat naik ke permukaan pada saat menyelam menimbulkan pelepasan gelembung gas nitrogen yang berdifusi ke dalam darah saat menyelam ke jaringan tubuh. Gejala penyakit ini bisa ringan pada kulit dan sendi sampai berat mengenai sistem respirasi. Terapi yang dilakukan berupa oksigenasi dengan oksigen 100% nasal, rehidrasi dengan cairan infus isotonis dan terapi rekompresi.

Keamanan Kontrasepsi Hormonal sebagai Faktor Risiko Meningioma

Briliansy Briliansy — 2024-01-30

Meningioma, yang timbul dari meningen, merupakan tumor otak primer yang paling umum terjadi pada orang dewasa. Meskipun sebagian besar bersifat sporadis, faktor genetik, termasuk mutasi pada gen berkontribusi terhadap perkembangannya. Tinjauan ini mengeksplorasi interaksi yang kompleks antara pengaruh genetik dan lingkungan terhadap patogenesis meningioma, menekankan perlunya penilaian risiko dan konseling genetik. Selain itu, tinjauan ini juga menggali potensi hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal, khususnya estrogen dan progestin, dengan risiko meningioma. Studi epidemiologi memberikan temuan yang beragam, dengan beberapa di antaranya menunjukkan peningkatan risiko yang tidak terlalu besar, terutama di antara pengguna jangka panjang. Adanya reseptor hormon pada meningioma menggarisbawahi pengaruh hormon terhadap pertumbuhan tumor. Namun, bukti-bukti yang ada belum meyakinkan, sehingga memerlukan interpretasi yang hati-hati dan menyoroti pentingnya penelitian lebih lanjut untuk memperjelas hubungan ini. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, makalah ini merekomendasikan penilaian individual terhadap risiko dan manfaat penggunaan kontrasepsi hormonal, terutama bagi perempuan dengan riwayat meningioma atau faktor risiko lainnya. Penelitian yang sedang berlangsung sangat penting untuk pengambilan keputusan yang tepat dalam kesehatan reproduksi.

The Karakteristik Anemia pada Pasien Hemodialisis Rutin di RSUD Provinsi NTB

Yunandari Ni Putu — 2024-01-30

Abstract

Background: The most common complication in End Stage Renal Disease (ESRD) undergoing hemodialysis (HD) is anemia. Anemia increases mortality and morbidity. This study aims to determine the characteristics of anemia in ESRD patients undergoing HD.

Method: This research is a cross-sectional observational analytical study and the sample is ESRD patients undergoing HD at the NTB Provincial Regional Hospital in 2021, taken consecutively. Data came from medical records and were analyzed univariately and bivariately using the Chi-Square test.

Result: The prevalence of anemia in HD patients was 66.3%. Characteristics of ESRD patients undergoing HD include female gender (52.7%), middle age (61.4%), anemia (71.9%), mild anemia (72.7%), normocytic morphology (77.3%), normal serum iron (79.1%), normal TIBC (99.1%), and normal ferritin (82.7%), received iron therapy (29.1%), received erythropoietin (EPO) (86.4%), and had a blood transfusion (15.5%). In bivariate analysis, it was found that there was no significant relationship between the incidence of anemia and gender (p=0.084) and age (p=0.980). There was no relationship between the degree of anemia and iron therapy (p=0.672). There was a significant relationship between the degree of anemia with EPO therapy (p<0.001), and the degree of anemia with blood transfusion (p<0.001).

Conclusion: The characteristics of anemia in regular HD patients are dominated by men, middle-aged adults, mild anemia, normocytic morphology, normal iron status, and the therapy given includes serum iron, EPO, and blood transfusions.

Keywords: anemia, hemodialysis, characteristics