STUDI KASUS BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

  • Ari Anggoro Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia
  • Claudia Fitri Sanjung Syamdini Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia
  • Dila Wati Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia
  • Ika Herliana Sumantri Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia
  • Intan Pebyanti Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia
  • Mardiana Ekayani Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia
  • Nuril Yulida Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia
  • Yesi Wijayanti Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia
  • Agung Fadlillah Titis Sadewa Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia
  • Farida Rahmatika Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia
  • Fitri Wulandari Prodi Farmasi, Fakultas kedokteran, Universitas Diponegoro

Abstrak

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan keadaan kondisi terjadinya penyumbatan yang terlihat pada pembesaran prostat jinak dengan tampilan histologis adenoma prostat yang menyebabkan obstruksi bervariasi dengan atau tanpa gejala. Kejadian komplikasi yang biasa ditimbulkan oleh BPH adalah sistitis dan anemia. Pembesaran jaringan yang tinggi akan menyebabkan penekanan pada uretra pars prostatika yang menyebabkan penekanan pada lumen uretra dan mengakibatkan terjadinya obstruksi. Tujuan: untuk mengulas laporan kasus pasien laki-laki berusia 76 tahun yang diagnose BPH disertai sistitis dan anemia. Metode: artikel ini berdasarkan laporan kasus (case report) BPH di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso, Wonogiri. Hasil: Pasien sudah mendapatkan terapi Harnal 1 x 400mcg, paracetamol 3 x 500 mg dan urinter 2 x 400 mg dan berdasarkan penyakit yang diderita pasien, pengobatan tersebut kurang tepat sehingga direkomendasikan penyesuaian terapi menjadi 5-alpha reductase inhibitors (Alfuzosin 10 mg PO dan dutasteride 0,5 mg PO), kemudian pemberian monoterapi dapat diberikan obat Tadalafil 5 mg/hari untuk pasien yang memiliki IMT rendah dan gejala LUTS. Pengobatan sistitis pasien diberikan seftriakson IV 1-2 gram/ 12-24 jam, Urinter 2 x 400 mg/ hari, Paracetamol 325-600 mg 4-6 jam jika perlu. Untuk pengobatan anemia diberikan asam folat 500-1000 mcg dan multivitamin. Kesimpulan: Pasien sudah mendapatkan terapi yang sesuai dengan gejala yang dialami.
Diterbitkan
2022-06-30