Reaksi Hipersensitivitas pada Kulit Akibat ObatAnti Inflamasi Non Steroid
DOI:
https://doi.org/10.29303/jk.v8i3.4551Kata Kunci:
reaksi hipersensitivitas, OAINS, reaksi silangAbstrak
Seiring dengan hasil pengobatan yang semakin maju, kelangsungan hidup pasien yang lebih lama dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama, frekuensi dan durasi paparan terhadap obat-obatan telah meningkat. Konsekuensi yang dapat terjadi akibat meningkatnya paparan terhadap obat-obatan yakni meningkatnya kejadian reaksi hipersensitivitas terhadap obat. Kulit merupakan organ yang paling sering terlibat dalam reaksi hipersensitivitas terhadap obat. Dari semua organ yang terkena, kulit paling sering terlibat dalam reaksi hipersensitivitas terhadap obat. Sebagian besar reaksi hipersensitivitas obat pada kulit bersifat ringan, berupa erupsi makulopapular atau urtikaria.Adapun reaksi hipersensitivitas obat yang bersifat berat, yaitu pustulosis eksantematosa generalisataakut (PEGA),drug reaction with eosinophilia and systemic symptomps (DRESS), sindrom Stevens Johnson (SSJ), dan nekrolisis epidermal toksik (NET). Obat yang paling sering digunakan padasemua usia karena sifat antipiretik, analgesik, dan antiinflamasinya adalah OAINS. Obat AINS telahdilaporkan sebagai penyebab kedua dari reaksi hipersensitivitas obat setelah antibiotik beta-laktam.Di Indonesia, golongan OAINS yang diduga sebagai penyebab terbesar reaksi hipersensitivitas adalah parasetamol. Klasifikasi reaksi terhadap OAINS terdiri dari reaksi yang dimediasi secara imunologis(non reaksi silang) dan non imunologis (reaksi silang). Golongan OAINS bekerja pada metabolisme asam arakidonat, sehingga mempengaruhi keseimbangan antara leukotrien dan prostaglandin dengan menghambat produksi prostanoid. Mekanisme definitif hipersensitivitas OAINS belum jelas, tetapi kemungkinan bahwa blokade COX yang diinduksi OAINS menghasilkan produksi prostaglandin E2yang berlebihan pada individu yang terpengaruh.Unduhan
Diterbitkan
2019-09-30
Terbitan
Bagian
Articles